Sabtu, 17 April 2010
Suatu Proses Pendewasaan
Sebenarnya tulisan ini sudah pernah dimuat di blog saya @wordpress . Tapi masih ingin menuliskannya disini, cukup menyenangkan membacanya berkali-kali,,soalnya dulu menulisnya dengan daya khayal tingkat tinggi, hehe...


Mengapa terkadang kita mengeluh terhadap sesuatu hal yang tidak sesuai dengan pilihan kita? Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan. Seseorang secara alamiah akan didewasakan oleh alam, perubahan terus akan terjadi baik disadari maupun tidak. Suatu proses pendewasaan . Banyak remaja yang mengatakan saya sedang mencari jati diri, “saya siapa?”, “saya dimana?”, “untuk apa saya hidup?”.

Perjalanan hidup memang membutuhkan ruang dan waktu, definisi ruang terletak pada 3 dimensi sedangkan definisi waktu terletak pada 4 dimensi. Manusia dihadapkan pada suatu ruang 3 dimensi, dimana potensi yang berada dalam dirinya dari suatu panca indera bermain didalamnya, kita dapat melihat suatu kejadian di sekelilingnya, memandang, mendengar, mencium, meraba dan lain-lain. Semua itu memerlukan dimensi waktu, ini adalah dimensi keempat, artinya suatu keadaan yang ditangkap oleh sistem komunikasi di dalam tubuh kita yang akan ditangkap oleh otak melalui ‘signaling’ tertentu, sistem alam yang canggih ini akan merekam apa yang sedang terjadi . Akhirnya kita bisa mendefinisikan masa lalu secara jelas, namun mendefinisikan masa depan secara abstrak. Hal ini yang masih terus dipelajari. Mungkin suatu saat melintasi ruang dan waktu merupakan hal yang tidak mustahil, dimana seseorang dapat mengambil hikmah dari suatu kejadian masa lampau dengan benar-benar menyaksikan secara langsung (bukan hasil rekaman otak kita) apa yang pernah dialami, dan bisa mengetahui sesuatu yang akan terjadi, persis seperti ‘lorong waktu’ yang terdapat dalam serial kartun Doraemon. Sungguh kehidupan yang kita jalani saat ini mungkin akan dikatakan primitif oleh orang-orang masa depan, layaknya kita menganggap primitif orang-orang masa lampau yang mendahului kita. Artinya sesuatu itu akan berkembang, karena kapasitas otak manusia tidak mampu mempelajari dan merekam keseluruhan ‘data’ yang ada di alam seluas ini. Hal yang dapat dilakukan hanyalah membuka mata, membuka hati. Mengapa waktu begitu berharga, karena sedetik pun dia tidak akan pernah kembali. Seorang bijak mengatakan waktu adalah kehidupan.

Ujian yang dialami oleh seseorang merupakan titik menuju suatu langkah awal dari adanya perubahan, minimal berubah dari suatu keadaan tertentu menuju keadaan lainnya dengan grade yang lebih tinggi. Wajar jika kita mengalami kesulitan, karena itu adalah ‘sense’nya, suatu hukum alam, suatu sunatullah. Sederhananya coba kita melakukan revolusi dari semula menulis dengan tangan kanan kemudian dipaksakan menulis dengan tangan kiri, yang menjadi pertanyaan, “bagaimana hasil tulisanmu sekarang?”, “seberapa cepat anda menulis?”, “seberapa besar tingkat kesulitan anda menulis?”, “nyamankah anda dengan hal itu?”.
Manusia diciptakan dengan derajat yang paling mulia, mengapa? karena ia diberi potensi untuk berpikir, mampu membedakan sesuatu, mampu memilah. Inilah anugerah sekaligus ujian terberat yang akan dialami, karena segala sesuatunya akan ada risiko dan konsekuensi. Oleh karena itu pula, manusia dikenal fungsinya sebagai khalifah, sebagai pengelola, karena dia makhluk yang cerdas, pintar, suatu makhluk yang luar biasa, yang membedakannya dengan hewan, tumbuhan, material-material di alam. Ya itu manusia, itu kita. Betapa suatu sistem di dalam tubuh kita itu amat sangat mempesona, suatu sistem yang akan sangat sulit dipelajari oleh manusia itu sendiri dan mustahil untuk didefinisikan, walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi sudah meng’obrak-abrik’ misteri didalamnya, tapi apa semua sudah terjawab, saya sangat yakin, belum terjawab semua. Alasannya sangat sederhana karena ilmu Allah itu luas, kompleks. Sayangnya tidak semua manusia diberi kemampuan untuk melihat jelasnya hitam dan putih, terangnya siang dan gelapnya malam. Potensi yang perlahan dimatikan oleh manusia itu sendiri.

Suatu hal yang menarik dengan adanya pernyataan ‘suatu sistem alam dimana segala sesuatunya bertasbih memuji Tuhannya. Bumi dan material didalamnya, angkasa yang luas hingga tak terdefinisikan adalah sistem alam tersebut, semua bertasbih, semua menjalankan fungsinya dengan baik, padahal mereka tak diberi potensi untuk berpikir, melakukan hal yang benar, yang tepat, yang alami. Dan kita sebagai manusia termasuk komponen dalam sistem alam, namun tidak semua manusia berjalan seiring sistem alam karena tidak semua mengenal fungsi dirinya selayaknya komponen sistem alam lain yang secara tepat melakukan fungsinya, secara sederhana ketika manusia tidak berjalan seiringan dengan ketentuan Rabbnya, dia telah melepaskan diri dari sistem alam, dia memisahkan diri, mengasingkan dirinya. Jika bumi dan planet lain berotasi mengelilingi matahari, maka yang ‘memisahkan diri’ dapat diterjemahkan melakukan upaya berdiam diri atau jika ekstrim dia bergerak kearah yang berlawanan. Jika sistem peredaran tubuh manusia mampu mensuplai oksigen sebagai zat yang dibutuhkan sel untuk hidup, maka si ‘memisahkan diri’ akan berhenti mensuplai oksigen, atau jika hal yang ekstrim terjadi adalah mensuplai toksik yang mematikan sel hidup.

Untuk mencegah hal itu, Allah perlahan-lahan membukakan pendengaran, penglihatan, dan hati agar kita bisa berjalan seiringan dengan sistem alam, dan itu mustahil tanpa proses. Ujian yang dialami manusia, perubahan yang terjadi adalah proses pendewasaan diri kita agar menyatu dengan sistem alam. Wallahu’alam.

Label: ,

 
posted by Laras at 18.40 | Permalink |


1 Comments:


Posting Komentar

~ back home